Istilah sehat dalam
kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan bahwa sesuatu dapat
bekerja secara normal. Bahkan benda mati pun seperti kendaraan bermotor atau
mesin, jika dapat berfungsi secara normal, maka seringkali oleh pemiliknya
dikatakan bahwa kendaraannya dalam kondisi sehat. Kebanyakan orang mengatakan
sehat jika badannya merasa segar dan nyaman. Bahkan seorang dokter’pun akan
menyatakan pasiennya sehat manakala menurut hasil pemeriksaan yang dilakukannya
mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara normal. Namun demikian,
pengertian sehat yang sebenarnya tidaklah demikian. Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I
Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani
(mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan
kelemahan. Pengertian sehat tersebut sejalan dengan pengertian sehat menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1975 sebagai berikut: Sehat adalah suatu
kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan
sosial.
Batasan kesehatan tersebut di atas sekarang telah diperbaharui bila batasan
kesehatan yang terdahulu itu hanya mencakup tiga dimensi atau aspek, yakni:
fisik, mental, dan sosial, maka dalam Undang-
Undang N0. 23 Tahun 1992, kesehatan mencakup 4 aspek, yakni: fisik (badan),
mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Batasan kesehatan tersebut diilhami
oleh batasan kesehatan menurut WHO yang paling baru. Pengertian kesehatan saat
ini memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan sebelumnya. Hal
ini berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik,
mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti
mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi.
Bagi yang belum memasuki dunia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah
tidak bekerja (pensiun) atau usia lanjut, berlaku arti produktif secara sosial.
Misalnya produktif secara sosial-ekonomi bagi siswa sekolah atau mahasiswa
adalah mencapai prestasi yang baik, sedang produktif secara sosial-ekonomi bagi
usia lanjut atau para pensiunan adalah mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan
yang bermanfat, bukan saja bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain atau
masyarakat.
Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat
kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat.
Itulah sebabnya, maka kesehatan bersifat menyeluruh mengandung keempat aspek.
Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara
lain sebagai berikut:
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit
atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua
organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan
spiritual.
• Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
• Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan
emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
• Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa
syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana
ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat
spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang
menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang
lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau
kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling
toleran dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam
arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap
hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum
dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya
batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku
adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi
kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan
kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia
lanjut.
Indikator
Perilaku Sehat Skala Nasional
Data UNDP tahun 2001 mencatat bahwa indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Indexs) Di Indonesia masih menempati urutan ke 102 dari 162 negara.
Tingkat Pendidikan, pendapatan serta kesehatan penduduk Indonesia belum
memuaskan.
Peranan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat menentukan tercapainya tujuan
pembangunan nasional, karena dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan
pada era globalisasi,pendidik yang sehat akan menunjang keberhasilan program
pendidikan dan juga akan mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan
penduduk.
Visi Indonesia sehat 2010 yang telah ditetapkan sebagai gambaran prediksi atau
harapan tentang keadaan masyarakat pada tahun 2010, haruslah dapat mewujudkan
dan dilaksanakan secara bertaat azas dan berkesinambungan. Untuk itu rencana
pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 telah disusun oleh
Departement Kesehatan bersama sama dengan lintas sektor, perguruan tinggi, LSM,
organisasi profesi, dan 7 partai besar yang selanjutnya akan digunakan sebagai
acuan program kesehatan dalam mengembangkan rencana strategis untuk mencapai
indikator keberhasilan pembangunan kesehatan yang telah ditetapkan.
Salah satu indikator keberhasilannya adalah perilaku hidup sehat yang
didefinisikan sebagai perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman
penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya
ada 19 perilaku hidup sehat yang menjadi sasaran pembangunan kesehatan Dan bila
dicermati perilaku-perilaku tersebut melekat pada masing-masing program
kesehatan prioritas seperti KIA, GIZI, immunisasi, kesling, Gaya hidup dan
JKPM.Situasi ini dapat memberi peluang tapi juga hambatan bagi penanggungjawab
program untuk dapat mencapai target perubahan perilaku bila dilakukan
sendiri-sendiri atau dibebankan pada satu program sektor saja. Karena
masalah-masalah kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti sosial budaya,
ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Ditambah lagi pada era disentralisasi dimana
setiap daerah mempunyai permasalahan kesehatan lokal spesifik yang juga
mempunyai aspek perilaku yang perlu ditangani secara lokal.
Untuk itu perlu disusun skala prioritas bagi 19 indikator perilaku hidup sehat
agar dapat ditangani secara nasional atau lokal/daerah dengan tetap menacu
kepada paradigma sehat yang memandang pembangunan kesehatan lebih menekankan
kepada upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan kuratif dan
rehabilitasi. Saat ini pembangunan bidang kesehatan di Indonesia mempunyai beban
ganda, dimana penyakit infeksi dan menular masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat, sementara itu telah terjadi peningkatan penyakit tidak menular
seperti jantung, stroke, kanker, diabetes melitus yang semuanya erat kaitannya
dengan gaya hidup seperti kebiasaan makan yang buruk, kurang aktivitas fisik
dan merokok.
Hasil SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1995 menunjukan bahwa 83 per
1000 penduduk menderita Hyperyensi, 3 Per 1000 penduduk mengalami penyakit
jantung iskemik dan stroke, 1,2% penduduk mengalami diabetes, 6,8% mengalami
kelebihan berat badan dan 1,1% Obesitas. Penyakit kanker merupakan 6% penyebab
kematian di Indonesia. Penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab kematian telah
meningkat dari urutan ke11 (SKRT1972) menjadi urutan 3 (SKRT1986) dan menjadi
penyebab kematian utama (SKRT1992 dan 1995). Organisasi Kesehatan dunia (WHO)
memperkirakan penyakit tidak menular telah menyebabkan sekitar 60% kematian dan
43% seluruh kesakitan didunia. Angka kematiaan dan kesakitan tersebut sebagian
besar terjadi pada penduduk dengan Sosial Ekonomi menengah kebawah.
Penyakit-penyakit akibat gaya hidup tersebut dapat dicegah dengan meniadakan
faktor resiko dan merubah perilaku. Selanjutnya penyakit jantung koroner,
diabetes mellitus dan kanker mempunyai faktor resiko yang hampir sama.
Faktor-faktor resiko tersebut antara lain merokok, Hypertensi (tekanan darah
tinggi), Obesitas (Berat Badan Lebih), Stress (Tekanan Jiwa), kurang aktivitas
fisik dan olah raga. Bila diperhatikan semua faktor risiko tersebut dapat
disederhanakan menjadi 3 kelompok perilaku yaitu merokok, diet (pola makan),
dan aktivitas/olah raga.
Indikator Indonesia sehat 2010
· Indikator derajat kesehatan yang merupakan hasil akhir, yang terdiri atas
indikator- indikator mortalitas, indikator- indikator morbiditas, dan
indikator- indikator status gizi.
· Indikator hasil antara, yang terdiri atas indikator- indikator keadaan
lingkungan, indikator- indikator perilaku hidup masyarakat, serta indikator-
indikator akses dan mutu pelayanan kesehatan.
· Indikator proses dan masukan, yang terdiri atas indikator- indikator
pelayanan kesehatan, indikator- indikator sumber daya kesehatan, indikator-
indikator menejemen kesehatan, dan indikator- indikator kontribusi sektor-
sektor terkait.
http://perpus-akmr.blog.co.uk/2008/04/28/konsep-sehat-sakit-4103747/