Rabu, 14 Mei 2014

Tugas ke 3 Softskill Psikoterapi


1.      Analisa Transaksional (Berne)
ERIC BERNE (1910-1970) kelahiran Montreal, Canada, adalah pelopor Analisis Transaksional (AT). Ia mulai mengembangkan AT ini sebagai terapi ketika ia bertugas dalam Dinas Militer Amerika Serikat dan diminta untuk membuka program terapi kelompok bagi para serdadu yang mendapat gangguan emosional sebagai akibat Perang Dunia ke-2.
Berne, pada mulanya adalah seorang pengikut Freud dan melakukan praktik Psikoanalisis dalam terapi. Sebab, saat itu psikoanalisis tengah mendapat perhatian yang luar biasa. Bahkan Berne sendiri pernah mendapat kuliah psikoanalisis di Yale Psychiatric Clinic (1936-1938) dan New York Psichoanalitical Institute (1941-1943).

A.         Konsep Dasar Pandangan Analisis Transaksional Tentang Kepribadian
Adapun konsep pokok dari transaksional analisis menurut Geral Corey ( 2005 ) adalah :

1.      Pandangan tentang Manusia
Transaksional Analisis berakar pada filsafat anti deterministik. Menempatkan iman dalam kapasitas kita untuk mengatasi kebiasaan pola dan untuk memilih tujuan-tujuan baru dari perilaku. Namun, ini tidak berarti bahwa kita bebas dari pengaruh kekuatan sosial. Ia mengakui bahwa kitadipengaruhi oleh harapan dan tuntutan orang lain yang signifikan, terutama keputusan yang terlebih dulu dibuat pada masa hidupnya ketika kita sangat tergantung pada orang lain. Kita membuat keputusan-keputusan tertentu agar dapat bertahan hidup, baik secara fisik dan psikologis, pada titik tertentu dalam kehidupan. Tapi keputusan awal ini dapat ditinjau dan ditantang apabila sudah tidak cocok lagi maka keputusan-keputusan baru dapat dibuat.
Secara keseluruhan dasar filosofis Transaksional Analisis bermula dari asumsi bahwa semuanya baik atau OK, artinya bahwa setiap perilaku individu mempunyai dasar menyenangkan dan mempunyai potensi serta keinginan untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri. Di dalam melakukan hubungan dengan orang lain, sangat perhatian dan mengayomi lawan bicaranya, mengundang individu lain untuk senang, cocok dan saling mengisi, yang di dalam dasar teori dan praktek TA disebut I`m OK and you`re OK (Saya Oke dan Anda Oke). Teori Analisis Transaksional mendasarkan pada decisional model artinya setiap individu mempelajari perilaku yang spesifik dan memutuskan rencana hidupnya dalam menghadapi hidup dan kehidupannya.

2.       Perwakilan Ego
Transaksional analisis adalah suatu sistem terapi yang berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang terpisah; ego anak, ego orang dewasa dan ego orang tua. Status ego adalah serangkaian perilaku yang terkait dengan pikiran, perasaan, dan perilaku di mana bagian dari kepribadian seorang individu dimanifestasikan pada waktu tertentu (Stewart & Joines, 1987). Semua transaksi analis bekerja dengan status-status ego, yang mencakup aspek penting dari kepribadian dan karakter pembeda dari TA (Dusay, 1986). Setiap orang memiliki trio dasar Parent, Dewasa, dan Anak (PAC), dan pergeseran terus-menerus individu dari salah satu status yang lain, perilaku mewujudkan ego kongruen dengan keadaan saat ini. Salah satu definisi dari otonomi adalah kemampuan untuk bergerak dengan kelincahan dan niat melalui ego status dan beroperasi dalam satu yang paling sesuai dengan realitas situasi tertentu.

3.      Skenario kehidupan dan posisi psikologi dasar
Adalah ajaran-ajaran orang tua yang kita pelajari dan putusan-putusan awal yang dibuat oleh kita sebagai anak dewasa. Pada dasarnya setiap manusia memerlukan belaian dari orang lain.Dalam teori analisis transaksional sebuah belaian merupakan bagian dari suatu perhatian yang melengkapi stimulasi yang optimal kepada individu. Belaian ini merupakan kebutuhan dalam setiap interaksi sosial dan menyehatkan. Teori Analisis Transaksional menekankan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk mengadakan hubungan yang bisa dicapai dalam bentuknya yang terbaik melalui keakraban. Hubungan yg akrab berlandaskan penerimaan posisi saya OK kamu OK di kedua belah pihak.

    Pengertian Analisis Transaksional
  • Analisis Transaksional adalah suatu pendekatan psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional.
  • Analisis Transaksional (AT) adalah salahsatu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional.
  • Dalam buku Transactional Analysis in Psychotherapy, Berne (1961) mendefinisikan analisis transaksional sebagai sistematika analisis struktur transaksi, mencakup aspek-aspek kepribadian dan dinamika sosial yang disusun berdasar pengalaman klinis serta merupakan bentuk terapi rasional yang mudah dipahami, dan mampu menyesuaikan dengan latar budaya klien.

Tujuan dan Konsep Analisis Transaksional
  • Berner (Palmer, 2000:320) menegaskan bahwa tujuan perlakuan analisis transaksional bukan hanya untuk memperoleh insight atau kemajuan, tetapi untuk memperolaeh penyembuhan. Dimana penyembuhan sebagai proses progesif yang berlangsung dalam empat tahap, yaitu : social control, symptomatic relief, transference cure dan Script cure.
  • Berne (Corey, 2010:166) menjelaskan bahwa tujuan dasat AT adalah membantu konseli dalam membuat keputusan baru tentang tingkah laku saat ini dan mengarahkan hidupnya.
  • Inti dari terapis AT adalah mengganti gaya hidup yang ditandai dengan permainan manipulative dan scenario-scenario hidup yang dapat mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai dengan kesadaran, spontanitas dan keakraban.  Hal ini sependapat dengan James dan Jongeward (Corey, 2010:167) yang melihat pencapaian otonomi sebagai tujuan utama analisis transaksional.

Sebagai pendiri dan pengembang Analisis Transaksional, Berne (Spanceley, 2009) memiliki pandangan optimis tentang hakikat individu, yaitu:
  1. Individu adalah makhluk yang mempunyai kemampuan untuk hidup sendiri. Individu memiliki potensi untuk mengelola dirinya, termasuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga menjadi pribadi yang otonom dan mandiri, terlepas dari ketergantungan terhadap orang lain.
  2. Individu adalah makhluk yang memiliki potensi untuk membuat keputusan. Individu mempunyai kemampuan untuk membuat rencana-rencana kehidupan, kemudian memilih dan memutuskan rencana-rencana terbaik bagi dirinya. Rencana-rencana yang telah dibuatnya itu terus dinilai sesuai dengan irama perkembangan hidupnya, sehingga ia dapat memutuskan rencana yang lebih baik lagi bagi kehidupan selanjutnya.
  3. Individu adalah makhluk yang bertanggung jawab. Individu bukan hanya mampu hidup mandiri dan membuat keputusan untuk dirinya, namun ia juga mampu bertanggung jawab atas pilihan dan putusan yang diambilnya serta konsekuensi yang akan ditimbulkannya.  Pandangan ini sangat mempengaruhi usaha-usaha bantuan terapi terhadap klien. Dalam hal hubungan terapis dan klien, maka ciri hubungan idealnya adalah transaksi sejajar (compliment) dalam proses terapi dan keduanya harus sama-sama berbagi tanggung jawab dalam penetapan dan pencapaian tujuan terapi.

B. Unsur-unsur Terapi :
      1.  Munculnya Gangguan
      a.  Ego state child
Pernyataan ego dengan ciri kepribadian anak-anak seperti bersifat manja, riang, lincah dan rewel. Tiga bagian dari ego state child ini ialah: 
a)      Adapted child (kekanak-kanakan). Unsur ini kurang baik ditampilkan saat komunikasi karena banyak orang tidak menyukai dan hal ini menujukkan ketidak matangan dalam sentuhan.
b)      Natural child (anak yang alamiah). Natural child ini banyak disenangi oleh orang lain karena sifatnya yang alamiah dan tidak dibuat-buat serta tidak berpura-pura, dan kebanyakan orang senang pada saat terjadinya transaksi.
c)      Little professor. Unsur ini ditampilkan oleh seseorang untuk membuat suasana riang gembira dan menyenangkan padahal apapun yang dilakukannya itu tidaklah menunjukkan kebenaran.
      b. Ego state parent
Ciri kepribadian yang diwarnai oleh siafat banyak menasehati, memerintah dan menunjukkan kekuasaannya. Ego state parent ini terbagi dua yaitu:
a)        Critical parent. Bagian ini dinilai sebagai bagian kepriadian yang kurang baik, seperti
menujukkan sifat judes, cerewet, dll.
b)        Nurturing parent. Penampilan ego state seperti ini baik seperti merawat dan lain
sebagianya.
      c. Ego state adult
Berorientasi kepada fakta dan selalu diwarnai pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana.

2.      Tujuan Terapi
Berner (Palmer, 2000:320) menegaskan bahwa tujuan perlakuan analisis transaksional bukan hanya untuk memperoleh insight atau kemajuan, tetapi untuk memperolaeh penyembuhan. Dimana penyembuhan sebagai proses progesif yang berlangsung dalam empat tahap, yaitu : social control, symptomatic relief, transference cure dan Script cure. Berne (Corey, 2010:166) menjelaskan bahwa tujuan dasat AT adalah membantu konseling dalam membuat keputusan baru tentang tingkah laku saat ini dan mengarahkan hidupnya. Inti dari terapis AT adalah mengganti gaya hidup yang ditandai dengan permainan manipulative dan scenario-scenario hidup yang dapat mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai dengan kesadaran, spontanitas dan keakraban.  Hal ini sependapat dengan James dan Jongeward (Corey, 2010:167) yang melihat pencapaian otonomi sebagai tujuan utama analisis transaksional.

3.      Peran Terapis
Harris (1967) yang dikutip dalam Corey (1988) memberikan gambaran peran terapis, seperti seorang guru, pelatih atau nara sumber dengan penekanan kuat pada keterlibatan. Sebagai guru, terapis menerangkan konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis transaksional, analisis skenario, dan analisis permainan. Selanjutnya menurut Corey (1988), peran terapis yaitu membantu klien untuk membantu klien menemukan suasana masa lampau yang merugikan dan menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan awal tertentu, mengindentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan strategi-strategi yang telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang mungkin akan dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan mencari alternatif-alternatif untu menjalani kehidupan yang lebih otonom.
Terapis memerlukan hubungan yang setaraf dengan klien, menunjuk kepada kontrak terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien sebagai pasangan dalam proses terapi. Tugas terapi adalah, menggunakan pengetahuannya untuk mendukung klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas diprakarsai oleh klien. Konselor memotivasi dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego Orang Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang Dewasa konselor dalam memeriksa keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat keputusan-keputusan baru.

C.    Teknik Terapi Analisis Transaksional
Sedangkan teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam analisis transaksional, yaitu;
1.      Analisis struktural, para klien akan belajar bagaimana mengenali  ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat membantu klien untuk mengubah pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan membantu klien untuk menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan tingkah lakunya, sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
2.      Metode-metode didaktik, analisis transaksional menekankan pada domain kognitif, prosedur belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
3.      Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu; komplementer, menyilang, dan terselubung.
4.      Permainan peran, prosedur-prosedur analisis transaksional dikombinasikan dengan teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi permainan peran dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi anggota lainnya, kemudian dia berbicara pada anggota tersebut. Bentuk permainan yang lain adalah permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas dari ego Orang Tua yang konstan.
5.      Analisis upacara, hiburan, dan permainan, analisis transaksional meliputi pengenalan terhadap upacara (ritual), hiburan, dan permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya. Penyusunan waktu adalah bahan penting bagi diskusi dan pemeriksaan karena merefleksikan keputusan tentang bagaimana menjalankan transaksi dengan orang lain dan memperoleh perhatian.
6.      Analisa skenario, kekurangan otonomi berhubungan dengan keterikatan individu pada skenario atau rencana hidup yang ditetapkan pada usia dini sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya di dunia sebagaimana terlihat dari titik yang menguntungkan menurut posisi hidupnya. Skenario kehidupan, yang didasarkan pada serangkaian keputusan dan adaptasi sangat mirip dengan pementsan sandiwara.

            2. Rational Emotive Therapy (Ellis)
Teori Konseling Rasional-Emotif dengan istilah lain dikenal dengan "Rational-Emotife Therapy" yang dikembangkan oleh DR.Albert Ellis, seorang ahli Clinecal Psychology(Psikologi Klinis). Sekitar tahun 1943, dia mulai membuka praktek dalam bidang konseling keluarga, perkawinan dan seks. Pada praktiknya ini Dr. Albert Ellis banyak mempergunakan prosedur sikoanalisa dari freud, tetapi setelah berlangsung beberapa lama Albert Ellis banyak menemukan ketidakpuasan dalam praktiknya yang mengginakan prosedur psikoanalisa dari freud. Atas dasar pengelaman selama praktiknya dan kemudian dihubungkan dengan teori tingkah laku belajar, maka akhirnya Albert Ellis mencoba untuk mengembangkan suatu teori yang disebut " Rational-Emotife Therapy", dan selanjutnya lebih populer dengan singkatan RET.



A.    Konsep Dasar Pandangan Rational Emotive Therapy Tentang Kepribadian
Rational Emotive Therapy adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk merusak diri sendiri, menghindar dari memikirkan sesuatu , menunda-nunda, berulang-ulang melakukan kesalahan, dan lain-lain.          
RET menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.
Menurut Allbert Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Sebagai akibatnya, mereka akan bertingkah laku berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa lampau. Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya berubah, mereka bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang pasif.
Unsur pokok RET adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah Menurut Ellis, Pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengarulu pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran.
Rational Emotive Therapy(RET) berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.

        B. Unsur-Unsur Terapi
       1. Munculnya Gangguan
Masalah yang dihadapi klien dalam pendekatan Konseling Rasional-Emotife itu muncul disebabkan karena ketidaklogisan klien dalam berfikir. ketidaklogisan berpikir ini selalu berkaitan dan bahkan menimbulkan hambatan gangguanatau kesulitan emotional dalam melihat dan menafsirkan objek atau fakta yang dihadapinya.
Menurut konseling rational emotif ini, individu merasa dicela, diejek dan tidak diacuhkan oleh individu lain kerena ia memiliki keyakinan dan berpikir bahwa individu lain itu mencela dan tidak mengacuhkan dirinya.
       2. Tujuan Terapi
Tujuan utama dari konseling rational emotif ialah menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara berpikir yang tidak logis itulah merupakan penyebab gangguan emosionilnya. konseling rational emotif ini bertujuan membantu klien membebaskan dirinya dari cara berpikir atau ide-idenya yang tidak logis dan menggantinya dengan cara-cara yang logis.
       3. Peran Terapis
Aktifitas-aktifitas therapeutic utama Rational Emotive Therapy dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang rasional dan takhyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
a.       Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah
memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
b.      Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
c.       Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
d.      Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
e.       Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
f.       Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien.

      C. Teknik Terapi Rational Emotive Therapy
Dalam RET, terdapat tiga teknik yang besar: Teknik-teknik Kognitif; Teknik-teknik Emotif dan Teknik-teknik Behavioristik.
1.      Teknik-Teknik Kognitif
Teknik-teknik kognitif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa Ketut menerangkan ada empat teknik besar dalam teknik-teknik kognitif :
a.       Teknik Pengajaran - Dalam RET, konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien. Teknik ini memberikan keleluasan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
b.      Teknik Persuasif - Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya kerana pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan, mengemukakan pelbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
c.       Teknik Konfrontasi - Konselor menyerang ketidaklogisan berfikir klien dan membawa klien ke arah berfikir yang lebih logik.
d.      Teknik Pemberian Tugas - Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.

2.      Teknik-Teknik Emotif
Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Antara teknik yang sering digunakan ialah:
a.      Teknik Sosiodrama - Memberi peluang mengekspresikan pelbagai perasaan yang menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui gerakan dramatis.
b.      Teknik 'Self Modelling' - Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada janjinya.
c.       Teknik 'Assertive Training' - Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya.

3.      Teknik-Teknik Behavioristik
Teknik ini khusus untuk mengubah tingkah laku pelajar yang tidak diingini. Antara teknik ini ialah:
a.       Teknik Reinforcement - Mendorong klien ke arah perilaku yang diingini dengan jalan memberi pujian dan hukuman. Pujian pada perilaku yang betul dan hukuman pada perilaku negatif yang dikekalkan.
b.      Teknik Social Modelling - Digunakan membentuk perilaku baru pada klien melalui peniruan, pemerhatian terhadap Model Hidup atau Model Simbolik dari segi percakapan dan interaksi serta pemecahan masalah.
            Berdasarkan kepada penjelasan teknik di atas, dapat dilihat bahawa teknik terapi TRE ini bukan saja terbatas pada sisi konseling, tetapi juga berlaku di luar sesi konseling.
  
3.Terapi Perilaku (Behavior Therapy)


A.    Konsep Dasar Padangan Terapi Perilaku Tentang Kepribadian
Terapi tingkah laku adalah pendekatan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori tentang belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini, bentuk pendekatan ini banyak di gunakan karena penekanannya pada perubahan tingkah laku dimana tingkah laku tersebut bisa didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur.
Dimana landasan pijakan terapi tingkah laku ini yaitu pendekatan behavioristik, pendekatan ini menganggap bahwa “Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. 
behaviorisme itu sendiri yaitu bagaimana orang-orang belajar dan kondisi-kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku mereka.
a.       Classical conditioning merupakan pengkondisian klasik yang melibatkan stimulus tak terkondisi (UCS) yang secara otomatis dapat membangkitkan respon berkondisi (CR), yang sama dengan respon tak berkondisi (UCR) bila diasosiasikan dengan stimulus tak berkondisi (UCS). Contohnya, jika kita memberikan makanan kucing (UCS) maka membangkitkan air liur kucing (UCR). Berikutnya, ketika setiap kita memberikan makanan pada kucing (UCS) sambil membunyikan bel (CS) maka kucing akan mengeluarkan air liur (UCR) karena diberi makanan. Jika hal tersebut dilakukan berulang kali, berikutnya saat kita membunyikan bel (CS) maka secara otomatis kucing akan mengeluarkan air liur (CR). Hal inilah yang dinamakan proses pembelajaran yang dikarenakan asosiasi.
b.      Operant Conditioning merupakan pengondisian instrumental yang melibatkan ganjaran (reward atau punishment) kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul. Contohnya, jika kita ingin membuat seorang anak mengurangi kebiasaan bermain games dan meningkatkan intensitas belajarnya. Maka pertama kita harus membuat anak betah duduk di meja belajarnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan anak pujian (reinforcement) setiap dia duduk di kursi belajarnya. Bila intensitas waktu anak untuk duduk di kursi belajarnya dan belajar maka reinforcement di tingkatkan, mungkin dengan mengganti pujian dengan hadiah. Tindakan tersebut dilakukan hingga menjadi kebiasaan rutin anak.

      B. Unsur-unsur Teori
      1. Munculnya Gangguan
                      Dimana landasan pijakan terapi tingkah laku ini yaitu pendekatan behavioristik, pendekatan  ini menganggap bahwa “Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari”. Ini merupakan anggapan dari behavioristik radikal. Namun behavioristik yang lain yaitu behavioristik kontemporer, yang merupakan perkembangan dari behavioristik radikal menganggap bahwa setiap individu sebenarnya memiliki potensi untuk memilih apa yang dipelajarinya. Ini bertentangan dengan prinsip behavioris yang radikal, yang menyingkirkan kemungkinan individu menentukan diri.
      2. Tujuan Terapi
Tujuan umum yaitu menciptakan kondisi baru untuk belajar. Dengan asumsi bahwa pemeblajaran dapat memperbaiki masalah perilaku. Sedangkan terapi perilaku kontemporer menekankan peran aktif klien dalam menentukan tentang pengobatan mereka.
3. Peran Terapis
Terapis behavior harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment yaitu dalam penerapan pengetahuan ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah para kliennya. Secara khasnya, terapis berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah pada tingkah laku yang baru. Fungsi penting lainnya adalah peran terapis sebagai model bagi klien. Bandura mengungkapkan bahwa salah satu proses fundamental yang memungkinkan klien bisa mempelajari tingkah laku baru adalah imitasi atau pencontohan sosial yang disajikan oleh terapis. Karena klien sering memandang terapis sebagai orang yang patut diteladani, klien sering kali meniru sikap-sikap, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan tingkah laku terapis. Jadi, terapis harus menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi dari klien. Terapis yang tidak menyadari kekuatan yang dimilikinya dalam mempengaruhi dan membentuk cara berpikir dan bertindak kliennya, berarti terapis mengabaikan arti penting kepribadiannya sendiri dalam proses terapi.

        C. Teknik Terapi Perilaku
       1.  Training Relaksasi, merupakan teknik untuk menanggulangi stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, yang mana seringnya dimanifestasikan dengan simtom psikosomatik, tekanan darah tinggi dan masalah jantung, migrain, asma dan insomnia. Tujuan metode ini sebagai relaksasi otot dan mental. Dalam teknik ini, klien diminta rileks dan mengambil posisi pasif dalam lingkungannya sambil mengerutkan dan merilekskan otot secara bergantian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menarik nafas yang dalam dan teratur sambil membanyangkan hal-hal yang menyenangkan.
        2. Desensitisasi Sistemik, merupakan teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi juga dapat diterapkan pada penanganan situasi penghasil kecemasan seperti situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik serta impotensi dan frigiditas seksual. Teknik ini melibatkan relaksasi dimana klien dilatih untuk santai dan keadaan-keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan tersebut terhapus.
        3. Latihan Asertif, merupakan teknik terapi yang menggunakan prosedur-prosedur permainan peran dalam terapi. Latihan asertif ini akan membantu bagi orang-orang yang:
      a. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan/perasaan tersinggung
b.  Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
     mendahuluinya
      c. Memiliki kesulitan untuk mengatakan ‘tidak’
      d. Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya
      e. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri
Fokus terapi ini adalah mempraktekkan kecakapan-kecakapan bergaul yang diperoleh melalui permainan peran sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara terbuka disertai kenyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.
         4.  Pencontohan (modelling methods), melalui proses pembelajaran observasi, para klien dapat belajar untuk melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan tanpa proses belajar trial-and-error. Teknik dapat dilakukan untuk memodifikasi perilaku. Contohnya, seseorang yang takut ular, maka ketakutannya dapat dihilangkan atau direduksi dengan melihat orang lain yang tidak takut menghadapi ular.
       5.  Multimodal Terapi, didasarkan pada asumsi bahwa semakin banyak pengetahuan yang didapatkan klien selama terapi maka akan semakin sedikit kemungkinan klien akan mengalami masalah lamanya. Teknik ini menggunakan pendekatan BASIC ID (behavior, affective respons, sensations, images, cognitions, interpersonal relationships, dan drugs/biology).


 sumber :