1.
Analisa Transaksional
(Berne)
ERIC BERNE (1910-1970) kelahiran Montreal, Canada, adalah
pelopor Analisis Transaksional (AT). Ia
mulai mengembangkan AT ini sebagai terapi ketika ia bertugas dalam Dinas
Militer Amerika Serikat dan diminta untuk membuka program terapi kelompok bagi
para serdadu yang mendapat gangguan emosional sebagai akibat Perang Dunia ke-2.
Berne, pada mulanya adalah
seorang pengikut Freud dan melakukan praktik Psikoanalisis dalam terapi. Sebab,
saat itu psikoanalisis tengah mendapat perhatian yang luar biasa. Bahkan Berne
sendiri pernah mendapat kuliah psikoanalisis di Yale Psychiatric Clinic (1936-1938) dan New York Psichoanalitical Institute (1941-1943).
A.
Konsep
Dasar Pandangan Analisis Transaksional Tentang Kepribadian
Adapun konsep pokok dari transaksional analisis menurut
Geral Corey ( 2005 ) adalah :
1.
Pandangan tentang Manusia
Transaksional Analisis
berakar pada filsafat anti deterministik. Menempatkan iman dalam kapasitas kita
untuk mengatasi kebiasaan pola dan untuk memilih tujuan-tujuan baru dari
perilaku. Namun, ini tidak berarti bahwa kita bebas dari pengaruh kekuatan
sosial. Ia mengakui bahwa kitadipengaruhi oleh harapan dan tuntutan orang lain
yang signifikan, terutama keputusan yang terlebih dulu dibuat pada masa
hidupnya ketika kita sangat tergantung pada orang lain. Kita membuat
keputusan-keputusan tertentu agar dapat bertahan hidup, baik secara fisik dan
psikologis, pada titik tertentu dalam kehidupan. Tapi keputusan awal ini dapat
ditinjau dan ditantang apabila sudah tidak cocok lagi maka keputusan-keputusan
baru dapat dibuat.
Secara keseluruhan dasar
filosofis Transaksional Analisis bermula dari asumsi bahwa semuanya baik atau
OK, artinya bahwa setiap perilaku individu mempunyai dasar menyenangkan dan
mempunyai potensi serta keinginan untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri.
Di dalam melakukan hubungan dengan orang lain, sangat perhatian dan mengayomi
lawan bicaranya, mengundang individu lain untuk senang, cocok dan saling
mengisi, yang di dalam dasar teori dan praktek TA disebut I`m OK and you`re OK
(Saya Oke dan Anda Oke). Teori Analisis Transaksional mendasarkan pada
decisional model artinya setiap individu mempelajari perilaku yang spesifik dan
memutuskan rencana hidupnya dalam menghadapi hidup dan kehidupannya.
2.
Perwakilan Ego
Transaksional analisis
adalah suatu sistem terapi yang berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan
tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang terpisah; ego anak, ego orang
dewasa dan ego orang tua. Status ego adalah serangkaian perilaku yang terkait
dengan pikiran, perasaan, dan perilaku di mana bagian dari kepribadian seorang
individu dimanifestasikan pada waktu tertentu (Stewart & Joines, 1987).
Semua transaksi analis bekerja dengan status-status ego, yang mencakup aspek
penting dari kepribadian dan karakter pembeda dari TA (Dusay, 1986). Setiap
orang memiliki trio dasar Parent, Dewasa, dan Anak (PAC), dan pergeseran
terus-menerus individu dari salah satu status yang lain, perilaku mewujudkan
ego kongruen dengan keadaan saat ini. Salah satu definisi dari otonomi adalah
kemampuan untuk bergerak dengan kelincahan dan niat melalui ego status dan
beroperasi dalam satu yang paling sesuai dengan realitas situasi tertentu.
3.
Skenario kehidupan dan posisi psikologi dasar
Adalah ajaran-ajaran orang
tua yang kita pelajari dan putusan-putusan awal yang dibuat oleh kita sebagai
anak dewasa. Pada dasarnya setiap manusia memerlukan belaian dari orang
lain.Dalam teori analisis transaksional sebuah belaian merupakan bagian dari
suatu perhatian yang melengkapi stimulasi yang optimal kepada individu. Belaian
ini merupakan kebutuhan dalam setiap interaksi sosial dan menyehatkan. Teori
Analisis Transaksional menekankan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk
mengadakan hubungan yang bisa dicapai dalam bentuknya yang terbaik melalui
keakraban. Hubungan yg akrab berlandaskan penerimaan posisi saya OK kamu OK di
kedua belah pihak.
Pengertian Analisis Transaksional
- Analisis
Transaksional adalah suatu pendekatan psychotherapy yang menekankan pada
hubungan interaksional.
- Analisis
Transaksional (AT) adalah salahsatu pendekatan Psychotherapy yang
menekankan pada hubungan interaksional.
- Dalam
buku Transactional Analysis in Psychotherapy, Berne (1961) mendefinisikan
analisis transaksional sebagai sistematika analisis struktur transaksi,
mencakup aspek-aspek kepribadian dan dinamika sosial yang disusun berdasar
pengalaman klinis serta merupakan bentuk terapi rasional yang mudah
dipahami, dan mampu menyesuaikan dengan latar budaya klien.
Tujuan
dan Konsep Analisis Transaksional
- Berner
(Palmer, 2000:320) menegaskan bahwa tujuan perlakuan analisis
transaksional bukan hanya untuk memperoleh insight atau kemajuan, tetapi
untuk memperolaeh penyembuhan. Dimana penyembuhan sebagai proses progesif
yang berlangsung dalam empat tahap, yaitu : social control, symptomatic
relief, transference cure dan Script cure.
- Berne
(Corey, 2010:166) menjelaskan bahwa tujuan dasat AT adalah membantu
konseli dalam membuat keputusan baru tentang tingkah laku saat ini dan
mengarahkan hidupnya.
- Inti dari
terapis AT adalah mengganti gaya hidup yang ditandai dengan permainan
manipulative dan scenario-scenario hidup yang dapat mengalahkan diri,
dengan gaya hidup otonom yang ditandai dengan kesadaran, spontanitas dan
keakraban. Hal ini sependapat dengan James dan Jongeward (Corey,
2010:167) yang melihat pencapaian otonomi sebagai tujuan utama analisis
transaksional.
Sebagai
pendiri dan pengembang Analisis Transaksional, Berne (Spanceley, 2009) memiliki
pandangan optimis tentang hakikat individu, yaitu:
- Individu
adalah makhluk yang mempunyai kemampuan untuk hidup sendiri. Individu
memiliki potensi untuk mengelola dirinya, termasuk mengatasi
masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga menjadi pribadi yang otonom dan
mandiri, terlepas dari ketergantungan terhadap orang lain.
- Individu
adalah makhluk yang memiliki potensi untuk membuat keputusan. Individu
mempunyai kemampuan untuk membuat rencana-rencana kehidupan, kemudian
memilih dan memutuskan rencana-rencana terbaik bagi dirinya.
Rencana-rencana yang telah dibuatnya itu terus dinilai sesuai dengan irama
perkembangan hidupnya, sehingga ia dapat memutuskan rencana yang lebih
baik lagi bagi kehidupan selanjutnya.
- Individu
adalah makhluk yang bertanggung jawab. Individu bukan hanya mampu hidup
mandiri dan membuat keputusan untuk dirinya, namun ia juga mampu
bertanggung jawab atas pilihan dan putusan yang diambilnya serta
konsekuensi yang akan ditimbulkannya. Pandangan ini sangat
mempengaruhi usaha-usaha bantuan terapi terhadap klien. Dalam hal hubungan
terapis dan klien, maka ciri hubungan idealnya adalah transaksi sejajar
(compliment) dalam proses terapi dan keduanya harus sama-sama berbagi
tanggung jawab dalam penetapan dan pencapaian tujuan terapi.
B. Unsur-unsur Terapi :
1.
Munculnya
Gangguan
a. Ego state child
Pernyataan ego dengan ciri
kepribadian anak-anak seperti bersifat manja, riang, lincah dan rewel. Tiga bagian
dari ego state child ini ialah:
a)
Adapted child
(kekanak-kanakan). Unsur ini kurang baik ditampilkan saat komunikasi karena
banyak orang tidak menyukai dan hal ini menujukkan ketidak matangan dalam
sentuhan.
b)
Natural child (anak
yang alamiah). Natural child ini banyak disenangi oleh orang lain karena
sifatnya yang alamiah dan tidak dibuat-buat serta tidak berpura-pura, dan
kebanyakan orang senang pada saat terjadinya transaksi.
c)
Little professor.
Unsur ini ditampilkan oleh seseorang untuk membuat suasana riang gembira dan
menyenangkan padahal apapun yang dilakukannya itu tidaklah menunjukkan
kebenaran.
b. Ego state
parent
Ciri kepribadian yang
diwarnai oleh siafat banyak menasehati, memerintah dan menunjukkan
kekuasaannya. Ego state parent ini terbagi dua yaitu:
a)
Critical parent.
Bagian ini dinilai sebagai bagian kepriadian yang kurang baik, seperti
menujukkan sifat judes, cerewet, dll.
b)
Nurturing parent.
Penampilan ego state seperti ini baik seperti merawat dan lain
sebagianya.
c.
Ego state adult
Berorientasi kepada fakta
dan selalu diwarnai pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana.
2.
Tujuan Terapi
Berner (Palmer, 2000:320) menegaskan
bahwa tujuan perlakuan analisis transaksional bukan hanya untuk memperoleh
insight atau kemajuan, tetapi untuk memperolaeh penyembuhan. Dimana penyembuhan
sebagai proses progesif yang berlangsung dalam empat tahap, yaitu : social
control, symptomatic relief, transference cure dan Script cure. Berne (Corey,
2010:166) menjelaskan bahwa tujuan dasat AT adalah membantu konseling dalam
membuat keputusan baru tentang tingkah laku saat ini dan mengarahkan hidupnya.
Inti dari terapis AT adalah mengganti gaya hidup yang ditandai dengan permainan
manipulative dan scenario-scenario hidup yang dapat mengalahkan diri, dengan
gaya hidup otonom yang ditandai dengan kesadaran, spontanitas dan
keakraban. Hal ini sependapat dengan James dan Jongeward (Corey, 2010:167)
yang melihat pencapaian otonomi sebagai tujuan utama analisis transaksional.
3.
Peran Terapis
Harris (1967) yang dikutip dalam Corey (1988) memberikan
gambaran peran terapis, seperti seorang guru, pelatih atau nara sumber dengan
penekanan kuat pada keterlibatan. Sebagai guru, terapis menerangkan
konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis transaksional, analisis
skenario, dan analisis permainan. Selanjutnya menurut Corey (1988), peran
terapis yaitu membantu klien untuk membantu klien menemukan suasana masa lampau
yang merugikan dan menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan awal tertentu,
mengindentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan strategi-strategi yang
telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang mungkin akan dipertimbangkannya.
Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan mencari
alternatif-alternatif untu menjalani kehidupan yang lebih otonom.
Terapis memerlukan hubungan yang setaraf dengan klien, menunjuk kepada kontrak terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien sebagai pasangan dalam proses terapi. Tugas terapi adalah, menggunakan pengetahuannya untuk mendukung klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas diprakarsai oleh klien. Konselor memotivasi dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego Orang Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang Dewasa konselor dalam memeriksa keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat keputusan-keputusan baru.
Terapis memerlukan hubungan yang setaraf dengan klien, menunjuk kepada kontrak terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien sebagai pasangan dalam proses terapi. Tugas terapi adalah, menggunakan pengetahuannya untuk mendukung klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas diprakarsai oleh klien. Konselor memotivasi dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego Orang Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang Dewasa konselor dalam memeriksa keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat keputusan-keputusan baru.
C.
Teknik Terapi Analisis Transaksional
Sedangkan teknik-teknik yang
dapat dipilih dan diterapkan dalam analisis transaksional, yaitu;
1.
Analisis struktural,
para klien akan belajar bagaimana mengenali ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat
membantu klien untuk mengubah pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan
membantu klien untuk menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan
tingkah lakunya, sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
2.
Metode-metode
didaktik, analisis transaksional menekankan pada domain kognitif, prosedur
belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
3.
Analisis
transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan orang-orang terhadap satu
sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang melibatkan suatu transaksi
diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada
respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu; komplementer, menyilang, dan
terselubung.
4.
Permainan peran,
prosedur-prosedur analisis transaksional dikombinasikan dengan teknik
psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi permainan peran
dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang anggota kelompok memainkan peran
sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi anggota lainnya,
kemudian dia berbicara pada anggota tersebut. Bentuk permainan yang lain adalah
permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas dari ego Orang Tua yang konstan.
5.
Analisis upacara,
hiburan, dan permainan, analisis transaksional meliputi pengenalan terhadap
upacara (ritual), hiburan, dan permainan yang digunakan dalam menyusun
waktunya. Penyusunan waktu adalah bahan penting bagi diskusi dan pemeriksaan
karena merefleksikan keputusan tentang bagaimana menjalankan transaksi dengan
orang lain dan memperoleh perhatian.
6.
Analisa skenario,
kekurangan otonomi berhubungan dengan keterikatan individu pada skenario atau
rencana hidup yang ditetapkan pada usia dini sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhannya di dunia sebagaimana terlihat dari titik yang menguntungkan
menurut posisi hidupnya. Skenario kehidupan, yang didasarkan pada serangkaian
keputusan dan adaptasi sangat mirip dengan pementsan sandiwara.
2. Rational
Emotive Therapy (Ellis)
Teori Konseling
Rasional-Emotif dengan istilah lain dikenal dengan "Rational-Emotife
Therapy" yang dikembangkan oleh DR.Albert Ellis, seorang ahli Clinecal
Psychology(Psikologi Klinis). Sekitar tahun 1943, dia mulai membuka praktek
dalam bidang konseling keluarga, perkawinan dan seks. Pada praktiknya ini Dr.
Albert Ellis banyak mempergunakan prosedur sikoanalisa dari freud, tetapi
setelah berlangsung beberapa lama Albert Ellis banyak menemukan ketidakpuasan
dalam praktiknya yang mengginakan prosedur psikoanalisa dari freud. Atas dasar
pengelaman selama praktiknya dan kemudian dihubungkan dengan teori tingkah laku
belajar, maka akhirnya Albert Ellis mencoba untuk mengembangkan suatu teori
yang disebut " Rational-Emotife Therapy", dan selanjutnya lebih
populer dengan singkatan RET.
A.
Konsep Dasar Pandangan Rational Emotive Therapy Tentang
Kepribadian
Rational Emotive Therapy
adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan
dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir
irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara
diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang
lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga
memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari
pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak
berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta
menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Memiliki dorongan dari dalam
dirinya untuk merusak diri sendiri, menghindar dari memikirkan sesuatu ,
menunda-nunda, berulang-ulang melakukan kesalahan, dan
lain-lain.
RET menekankan bahwa manusia
berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi
tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas
suatu situasi yang spesifik.
Menurut Allbert Ellis,
manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan
didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk unik dan
memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah
pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara
tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi
kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Sebagai akibatnya, mereka
akan bertingkah laku berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa lampau.
Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya berubah,
mereka bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang pasif.
Unsur pokok RET adalah
asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah Menurut Ellis,
Pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam
prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh
pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu
proses sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat
menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat
menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi
dan sebaliknya emosi mempengarulu pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi
emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran.
Rational Emotive Therapy(RET) berhipotesis bahwa karena
kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari
gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan
tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan
kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt
kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus
diinternalisasikan dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.
B. Unsur-Unsur Terapi
1. Munculnya
Gangguan
Masalah yang dihadapi klien
dalam pendekatan Konseling Rasional-Emotife itu muncul disebabkan karena
ketidaklogisan klien dalam berfikir. ketidaklogisan berpikir ini selalu
berkaitan dan bahkan menimbulkan hambatan gangguanatau kesulitan emotional
dalam melihat dan menafsirkan objek atau fakta yang dihadapinya.
Menurut konseling rational
emotif ini, individu merasa dicela, diejek dan tidak diacuhkan oleh individu
lain kerena ia memiliki keyakinan dan berpikir bahwa individu lain itu mencela
dan tidak mengacuhkan dirinya.
2.
Tujuan Terapi
Tujuan utama dari konseling
rational emotif ialah menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara berpikir
yang tidak logis itulah merupakan penyebab gangguan emosionilnya. konseling
rational emotif ini bertujuan membantu klien membebaskan dirinya dari cara berpikir
atau ide-idenya
yang tidak logis dan menggantinya dengan cara-cara yang logis.
3. Peran Terapis
Aktifitas-aktifitas
therapeutic utama Rational Emotive Therapy dilaksanakan dengan satu maksud
utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang
tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya.
Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang
rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang
rasional dan takhyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan
tersebut di atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
a.
Mengajak klien untuk
berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah
memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
b.
Menantang klien
untuk menguji gagasan-gagasannya.
c.
Menunjukkan kepada
klien ketidaklogisan pemikirannya.
d.
Menggunakan suatu
analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
e.
Menunjukkan bahwa
keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan
akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
f.
Menggunakan
absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien.
C.
Teknik Terapi Rational Emotive Therapy
Dalam RET, terdapat tiga
teknik yang besar: Teknik-teknik Kognitif; Teknik-teknik Emotif dan
Teknik-teknik Behavioristik.
1.
Teknik-Teknik Kognitif
Teknik-teknik kognitif
adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa Ketut
menerangkan ada empat teknik besar dalam teknik-teknik kognitif :
a.
Teknik Pengajaran - Dalam RET, konselor mengambil peranan lebih aktif dari
klien. Teknik ini memberikan keleluasan kepada konselor untuk berbicara serta
menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan
berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
b.
Teknik Persuasif - Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya kerana
pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba
meyakinkan, mengemukakan pelbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang
dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
c.
Teknik
Konfrontasi - Konselor menyerang
ketidaklogisan berfikir klien dan membawa klien ke arah berfikir yang lebih
logik.
d.
Teknik Pemberian
Tugas - Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba
melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul
dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau
membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
2.
Teknik-Teknik Emotif
Teknik-teknik emotif adalah
teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Antara teknik yang sering
digunakan ialah:
a.
Teknik
Sosiodrama - Memberi peluang mengekspresikan pelbagai perasaan yang
menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat
secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui
gerakan dramatis.
b.
Teknik 'Self
Modelling' - Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor
untuk menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada
janjinya.
c.
Teknik
'Assertive Training' -
Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola perilaku
tertentu yang diinginkannya.
3.
Teknik-Teknik Behavioristik
Teknik ini khusus untuk
mengubah tingkah laku pelajar yang tidak diingini. Antara teknik ini ialah:
a.
Teknik
Reinforcement -
Mendorong klien ke arah perilaku yang diingini dengan jalan memberi pujian dan
hukuman. Pujian pada perilaku yang betul dan hukuman pada perilaku negatif yang
dikekalkan.
b.
Teknik Social
Modelling - Digunakan membentuk perilaku baru pada klien melalui peniruan,
pemerhatian terhadap Model Hidup atau Model Simbolik dari segi percakapan dan
interaksi serta pemecahan masalah.
Berdasarkan kepada penjelasan teknik di atas, dapat dilihat bahawa teknik
terapi TRE ini bukan saja terbatas pada sisi konseling, tetapi juga berlaku di
luar sesi konseling.
3.Terapi Perilaku (Behavior Therapy)
A.
Konsep Dasar Padangan Terapi Perilaku Tentang Kepribadian
Terapi tingkah laku adalah
pendekatan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada
berbagai teori tentang belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku.
Dalam penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini, bentuk
pendekatan ini banyak di gunakan karena penekanannya pada perubahan tingkah
laku dimana tingkah laku tersebut bisa didefinisikan secara operasional,
diamati dan diukur.
Dimana landasan pijakan terapi tingkah
laku ini yaitu pendekatan behavioristik, pendekatan ini menganggap bahwa
“Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial
budayanya.
behaviorisme itu sendiri
yaitu bagaimana orang-orang belajar dan kondisi-kondisi apa saja yang
menentukan tingkah laku mereka.
a.
Classical
conditioning merupakan
pengkondisian klasik yang melibatkan stimulus tak terkondisi (UCS) yang secara
otomatis dapat membangkitkan respon berkondisi (CR), yang sama dengan respon
tak berkondisi (UCR) bila diasosiasikan dengan stimulus tak berkondisi (UCS).
Contohnya, jika kita memberikan makanan kucing (UCS) maka membangkitkan air
liur kucing (UCR). Berikutnya, ketika setiap kita memberikan makanan pada
kucing (UCS) sambil membunyikan bel (CS) maka kucing akan mengeluarkan air liur
(UCR) karena diberi makanan. Jika hal tersebut dilakukan berulang kali,
berikutnya saat kita membunyikan bel (CS) maka secara otomatis kucing akan
mengeluarkan air liur (CR). Hal inilah yang dinamakan proses pembelajaran yang
dikarenakan asosiasi.
b.
Operant
Conditioning merupakan pengondisian instrumental yang melibatkan
ganjaran (reward atau punishment) kepada individu atas pemunculan tingkah
lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul. Contohnya, jika
kita ingin membuat seorang anak mengurangi kebiasaan bermain games dan
meningkatkan intensitas belajarnya. Maka pertama kita harus membuat anak betah
duduk di meja belajarnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan anak
pujian (reinforcement) setiap dia duduk di kursi belajarnya. Bila intensitas waktu
anak untuk duduk di kursi belajarnya dan belajar maka reinforcement di
tingkatkan, mungkin dengan mengganti pujian dengan hadiah. Tindakan tersebut
dilakukan hingga menjadi kebiasaan rutin anak.
B.
Unsur-unsur Teori
1. Munculnya
Gangguan
Dimana landasan pijakan terapi tingkah
laku ini yaitu pendekatan behavioristik, pendekatan ini menganggap bahwa
“Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial
budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari”. Ini merupakan anggapan
dari behavioristik radikal. Namun behavioristik yang lain yaitu behavioristik
kontemporer, yang merupakan perkembangan dari behavioristik radikal menganggap
bahwa setiap individu sebenarnya memiliki potensi untuk memilih apa yang dipelajarinya.
Ini bertentangan dengan prinsip behavioris yang radikal, yang menyingkirkan
kemungkinan individu menentukan diri.
2. Tujuan Terapi
Tujuan umum yaitu
menciptakan kondisi baru untuk belajar. Dengan asumsi bahwa pemeblajaran dapat
memperbaiki masalah perilaku. Sedangkan terapi perilaku kontemporer menekankan
peran aktif klien dalam menentukan tentang pengobatan mereka.
3. Peran
Terapis
Terapis behavior harus memainkan peran aktif dan
direktif dalam pemberian treatment yaitu dalam penerapan pengetahuan ilmiah
dalam memecahkan masalah-masalah para kliennya. Secara khasnya, terapis
berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang
maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan
mengarah pada tingkah laku yang baru. Fungsi penting lainnya adalah peran
terapis sebagai model bagi klien. Bandura mengungkapkan bahwa salah satu proses fundamental yang memungkinkan klien bisa
mempelajari tingkah laku baru adalah imitasi atau pencontohan sosial yang
disajikan oleh terapis. Karena klien sering memandang terapis sebagai orang
yang patut diteladani, klien sering kali meniru sikap-sikap, nilai-nilai,
kepercayaan-kepercayaan, dan tingkah laku terapis. Jadi, terapis harus
menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi dari
klien. Terapis yang tidak menyadari kekuatan yang dimilikinya dalam
mempengaruhi dan membentuk cara berpikir dan bertindak kliennya, berarti
terapis mengabaikan arti penting kepribadiannya sendiri dalam proses terapi.
C.
Teknik Terapi Perilaku
1. Training Relaksasi, merupakan teknik untuk menanggulangi stress yang dialami
dalam kehidupan sehari-hari, yang mana seringnya dimanifestasikan dengan simtom
psikosomatik, tekanan darah tinggi dan masalah jantung, migrain, asma dan
insomnia. Tujuan metode ini sebagai relaksasi otot dan mental. Dalam teknik
ini, klien diminta rileks dan mengambil posisi pasif dalam lingkungannya sambil
mengerutkan dan merilekskan otot secara bergantian. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan menarik nafas yang dalam dan teratur sambil membanyangkan
hal-hal yang menyenangkan.
2.
Desensitisasi Sistemik, merupakan teknik yang cocok untuk menangani
fobia-fobia, tetapi juga dapat diterapkan pada penanganan situasi penghasil
kecemasan seperti situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan
yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik serta impotensi dan
frigiditas seksual. Teknik ini melibatkan relaksasi dimana klien dilatih untuk
santai dan keadaan-keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit
kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan
dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat
mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara
berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan
antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan tersebut
terhapus.
3.
Latihan Asertif, merupakan teknik terapi yang menggunakan
prosedur-prosedur permainan peran dalam terapi. Latihan asertif ini akan
membantu bagi orang-orang yang:
a.
Tidak mampu mengungkapkan kemarahan/perasaan tersinggung
b. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan
dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinya
c. Memiliki
kesulitan untuk mengatakan ‘tidak’
d. Mengalami
kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya
e. Merasa
tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri
Fokus terapi ini adalah
mempraktekkan kecakapan-kecakapan bergaul yang diperoleh melalui permainan
peran sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmemadaiannya
dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara
terbuka disertai kenyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi
yang terbuka itu.
4.
Pencontohan (modelling
methods), melalui
proses pembelajaran observasi, para klien dapat belajar untuk melakukan
tindakan-tindakan yang diinginkan tanpa proses belajar trial-and-error. Teknik
dapat dilakukan untuk memodifikasi perilaku. Contohnya, seseorang yang takut
ular, maka ketakutannya dapat dihilangkan atau direduksi dengan melihat orang
lain yang tidak takut menghadapi ular.
5. Multimodal Terapi,
didasarkan pada asumsi bahwa semakin banyak pengetahuan yang didapatkan klien
selama terapi maka akan semakin sedikit kemungkinan klien akan mengalami
masalah lamanya. Teknik ini menggunakan pendekatan BASIC ID (behavior,
affective respons, sensations, images, cognitions, interpersonal relationships,
dan drugs/biology).
sumber :
0 komentar:
Posting Komentar