Kraton sebagai suatu pusat institusi dan tata pemerintahan, merupakan
lembaga resmi yang dipimpin oleh seorang raja dan para kerabatnya yang
disebut pegawai istana atau abdidalem. Mereka terdiri dari
golongan-golongan sesuai dengan fungsi dan jabatannya, yang secara
visual ditandai pula oleh cara dan bentuk pakaian. Lebih-lebih pada saat
penyelenggaraan upacara adat pakaian tersebut dikenakan secara lengkap,
di samping pakaian sehari-hari yang secara rutin dikenakan.
Sejalan dengan perkembangan zaman, pakaian resmi semacam itu lama
kelamaan tidak lagi dikenakan secara lengkap. Misalnya pada masa
penjajahan Jepang (1942 - 1945), yang mana pada waktu itu ekonomi negara
kita dalam keadaan kacau, kemudian disusul dengan masa kemerdekaan,
pakaian atau busana menurut kepangkatan tidak begitu diperhatikan lagi,
dan yang pada gilirannya jarang dijumpai lagi. Namun demikian, pakaian
adat tradisional kraton Yogyakarta yang sempat dikenal di kalangan
masyarakat luas banyak dikenakan oleh golongan masyarakat biasa. Pakaian
tersebut dikenal sebagai pakaian adat tradisional yang resmi dan khas
Yogyakarta. Dalam perkembangan selanjutnya, pakaian ini diterima di
kalangan masyarakat Jawa yang tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta,
sebagai miliknya sendiri dan pemberi identitas.
Pakaian adat tradisional Kraton Yogyakarta yang sudah jarang
dijumpai lagi akhir-akhir ini, pada saat-saat tertentu akan muncul
kembali dalam suatu upacara adat yang meriah dan menarik perhatian
masyarakat umum. Pakaian khusus itu akan muncul secara menarik dan
berwibawa. Demikianlah secara keseluruhan pakaian adat itu tidak pernah
musnah dilanda kemajuan zaman, tetapi tetap terpelihara dengan baik dan
selalu dimunculkan pada saat-saat penting.
Pakaian adat tradisional masyarakat Yogyakarta terdiri dari
seperangkat pakaian yang memiliki unsur unsur yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya. Kelengkapan berbusana tersebut merupakan
ciri khusus pemberi identitas bagi pemakainya yang meliputi fungsi dan
peranannya. Oleh karena itu, cara berpakaian
biasanya sudah dibakukan secara adat, kapan dikenakan, di man dikenakan,
dan siapa yang mengenakannya.
Secara keseluruhan seperangkat pakaian terdiri atas bagian atas,
bagian tengah, dan bagian bawah. Bagian atas meliputi tutup kepala dan
tata rias rambut (sanggul, konde, dan sebagainya); bagian tengah terdiri
dari baju (kebaya, dan lain-lain) dan perhiasan (aksesori); serta
bagian bawah berupa alas kaki. Demikian pula pakaian dari suatu daerah
dapat dibedakan atas pakaian sehari-hari/kerja dan pakaian upacara/pesta
adat. Dari pembagian tersebut dapat digolongkan lagi jenis-jenis
pakaian berdasarkan jenis kelamin, usia, dan status sosial pemakainya.
Adapun yang dimaksud dengan pengertian pakaian sehari-hari di sini
adalah seperangkat pakaian yang dikenakan di rumah, saat bekerja, dan
saat bepergian. Pemakainya dapat digolongkan berdasarkan jenis kelamin,
usia, dan status sosial. Sejak kecil putra-putri Sultan telah mengenal
beberapa peraturan yang mem-bedakan dirinya dengan status individu
lainnya, diantaranya melalui bentuk pakaian yang harus dikenakan. Busana
yang dirancang untuk anak-anak terdiri dari busana kencongan untuk anak
laki-laki, dan busana sabukwala untuk anak perempuan.
Busana untuk anak laki-laki model kencongan terdiri dari kain batik
yang dikenakan dengan model kencongan, baju surjan, lonthong tritik,
ikat pinggang berupa kamus songketan dengan cathok atau timang terbuat
dari suwasa (emas berkadar rendah). Sedangkan busana seharihari bagi
pria remaja dan dewasa terdiri dari baju surjan, kain batik dengan wiru
di tengah, lonthong tritik, kamus songketan, timang, serta mengenakan
dhestar sebagai tutup kepala.
Busana sabukwala padintenan dikenakan oleh anak perempuan berusia
3-10 tahun. Rangkaian busana ini terdiri dari nyamping batik, baju
katun, ikat pinggang kamus songketan bermotif flora atau fauna, memakai
lonthong tritik, serta mengenakan cathok dari perak berbentuk
kupu-kupu, burung garuda, atau merak. Perhiasan yang dikenakan sebagai
pelengkap terdiri dari subang, kalung emas dengan liontin berbentuk mata
uang (dinar), gelang berbentuk ular (gligen) atau model sigar penjalin.
Bagi yang berambut panjang disanggul dengan model konde. Kainnya
bermotif parang, ceplok, atau gringsing.
Remaja putri mengenakan busana yang disebut pinjung. Busana ini
dikenakan dengan cara melipat ujung kain sebelah dalam dibentuk segitiga
sebagai penutup dada, yang panjangnya diukur dari dada sampai di atas
pusar. Lipatan kain (wiru) berada di sebelah kiri, yang menunjukkan
status sosial pemakainya sebagai putri Sultan sampai dengan cicit
Sultan. Kelengkapan pinjung padintenan terdiri atas kain batik, tanpa
baju, lonthong tritik, kamus songketan, udhet tritik (semacam selendang
sebagai hiasan pinggang). Sebagai perhiasannya adalah subang, kalung
dinar, gelang, sanggul tekuk polos tanpa hiasan.
Untuk putri yang sudah dewasa mengenakan busana semekanan dalam
kesehariannya. Pengertian kata semekan berupa kain panjang yang lebarnya
separuh dari lebar kain panjang biasa, berfungsi sebagai penutup dada.
Rangkaian busana ini terdiri dari kain (nyamping) batik, baju kebaya
katun, semekan tritik, serta mengenakan perhiasan berupa subang, gelang,
dan cincin, Sanggulnya berbentuk sanggul tekuk polos tanpa hiasan.
Sedangkan busana harian bagi putri raja yang sudah menikah terdiri atas
semekan tritik dengan tengahan, baju kebaya katun, kain batik, sanggul
tekuk polos tanpa hiasan. Perhiasannya berupa subang, cincin, serta sapu
tangan merah.
Busana Kebesaran Untuk Upacara Ageng
Pengertian upacara ageng adalah kegiatan seremonial dari rangkaian
upacara supitan, perkawinan, garebeg, tingalan dalem tahunan, jumenengan
dalem, Agustusan, serta sedan (pemakaman jenazah raja). Busana
kebesaran yang dikenakan dalam semua kegiatan ini disebut busana
keprabon, yang khusus dikenakan para putra Sultan. Jenis busana ini
dibedakan atas busana dodotan, kanigaran, dan kaprajuritan. Rangkaian
busana dodotan terdiri dari kuluk biru dengan hiasan mundri (nyamat),
kampuh konca setunggal, dana cindhe gubeg, moga renda berwarna kuning,
pethat jeruk sak
ajar, rante, karset, kamus, timang (kretep), dan keris branggah.
Busana ini lazim dikenakan pada upacara garebeg, jumenengan dalem
(penobatan raja), serta pisowanan dalam upacara perkawinan.
Kelengkapan busana kanigaran pada dasarnya sama dengan busana
dodotan. Hanya saja jika busana dodotan dikenakan tanpa baju, maka
busana kanigaran ini dilengkapi dengan baju sikepan bludiran. Jenis
busana ini lazim dikenakan pada upacara Agustusan, tingalan
dalem tahunan, supitan, dan perkawinan.
0 komentar:
Posting Komentar